THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Tuesday, October 16, 2012

Nuuë ~ Prolog


Judul          :   Nuuë
Author       :   Minami & Utsuru Makoto
Character  :
Shirota Kiri a.k.a Omo
Kuroiwa Ageha a.k.a Ura
Chevalier Volmond a.k.a Moon

disclaimers : yang pasti mereka ORIGINAL CHARACTER milik kami. :D



Freedom Night


~ Prolog ~ (Chevalier Volmond Point of View)

"Ayo lari yang benar, bocah-bocah lamban!"

Aku melaju dengan keempat kaki ku, membimbing dua orang anak menuju sebuah gerbang besar penghubung antara dua dunia yang berbeda. Salah seorang anak berambut perak dan berwarna mata merah menyala merintih kesakitan sambil memegang rusuk kirinya. Sedangkan anak berambut hitam pekat berwarna mata hijau mengelap darah yang membasahi keningya menggunakan ujung lengan bajunya.

"Aku... hanya punya dua kaki... tidak sepertimu yang memiliki empat kaki, Moon..." jawab anak berambut perak dengan terengah.

Aku tersenyum getir. Ingin sekali membiarkan kedua anak itu menunggangi punggungku dan membiarkan mereka beristirahat sementara aku melindungi mereka, berusaha meloloskan diri dari ribuan tentara sihir dan menyelesaikan semuanya. Tapi aku tidak bisa. Karena kutukan sihir ini, kini aku hanyalah seekor makhluk berbulu tidak berguna yang membimbing mereka entah menuju kebebasan atau kematian.

"Jangan menyalahkan diri, Moon... Justru kamilah yang membuatmu berada dalam kesulitan..." ucap anak berambut hitam tiba-tiba.

"... Kau membaca pikiranku lagi..." gerutu ku. Mereka berdua menyeringai licik. Namun bagi ku itu terlihat seperti kepura-puraan demi menutupi rasa sakit yang mereka rasakan.

Entah sudah berapa menit atau berapa jam kami berlari tiada henti seperti ini. Dan entah butuh berama lama lagi kami akan menghirup udara dunia lain. Tapi kami akan terus dan terus berlari. Walau kami tak bisa bernafas, walau paru-paru kami mulai terasa terbakar, walau kaki kami sudah tak mampu lagi menopang tubuh, tapi kami akan terus berusaha menggapai sesuatu yang kami impikan itu.

Kebebasan...


"Pintu dunia manusia tidak jauh lagi... Berusahalah!!" seruku sambil berusaha menyeimbangkan langkah keempat kaki ku dengan langkah lamban mereka yang sedang terluka.

"Tapi, Moon... ada masalah..." anak berambut perak menghentikan langkahnya dan memejamkan mata seolah ingin menembus sesuatu yang tak terlihat di depan mata. Tattoo berbentuk bintang di bawah mata kirinya bergerak dan mengerjap. Mengeluarkan warna merah yang indah . "Musuh tepat di depan kita..."

"Berapa banyak?"

"Banyak... Banyak sekali. Sepuluh ribu pasukan... ah, tidak... dua puluh ribu mungkin..." ucapnya sambil memiringkan kepala, tetap dengan mata yang terpejam.

Aku membelalak. Menatap bocah itu dengan tidak percaya dan berteriak dengan kerasnya, membuat ia terhentak kaget. "AP--du... DUA PULUH??!!!! Itu kan beberapa kali lipat dari yang tadi?!!!!".

"... lalu bagaimana?? ada strategi??" tanya anak berambut hitam.

"Kita serang saja?" usul anak berambut perak.

"ka-KAU GILAA?!!!!" teriakku lagi. "Yang tadi saja sudah membuat kalian terluka parah!!!!! Ini-- DUA PULUH RIBU, TAHU!!!! Yang benar saja!!"

"Lalu apa?? Menangis memohon kepada mereka agar kita di bebaskan?? Atau menyerah dan membiarkan kita dikurung di penjara seumur hidup lagi? Itu pun kalau kita tidak di hukum mati..."

"Ta-tapi... kalian terluka..."

"Kami masih punya banyak sisa tenaga, sebenarnya..."

"Dan... kalian ini... masih anak-anak..."

"Kami ini terkutuk, Moon... Kau lupa??"

Aku terdiam. Dan beberapa saat aku melupakan alasan kenapa kami berusaha kabur dari dunia ini.

Terkutuk? Ya... itu alasannya.Takdir telah mengutuk mereka menjadi anak-anak yang di anggap terkutuk karena berbagai hal. Mereka ditindas, diasingkan dari lingkungan. Beratus-ratus tahun lamanya terkurung dalam diorama dengan panorama neraka tanpa terdapat kebahagiaan dan sedikitpoun kasih sayang di dalamnya. Tak heran sekarang kami bertaruh untuk mencari kebebasan. Tapi, pantaskah aku sebagai makhluk yang lebih tua dan lebih berpengalaman dari mereka membiarkan mereka untuk bertarung mempertaruhkan nyawa hanya karena alasan mereka adalah anak-anak terkutuk?!

"Bagaimana menurutmu, Omo? Apa tidak apa-apa kalau kita bertarung lagi??" tanya anak berambut hitam pada anak berambut perak yang di panggilnya dengan sebutan Omo yang sedang berdiri di sebelahnya.

Omo kembali memejamkan mata merahnya. Berusaha berkonsentrasi penuh untuk menangkap gambaran-gambaran yang muncul dalam dunia di dalam kepalanya.

"mmm.... Sulit, tapi..." Ia kembali memiringkan kepala. Rambutnya yang berwarna perak agak panjang terkulai di bahunya yang kecil. "umm! Daijoubu!!" tegasnya dengan semangat yang berapi-api.

"... kau yakin? Bagaimana menurutmu, Ura?" tanyaku pada si anak berambut hitam.

Ura melirik dengan tatapan mata yang dingin sambil memberikan sebuah senyum percaya diri ke arahku.

"Aku tak pernah meragukan kata-kata Omo tentang masa depan." jawabnya tanpa ragu sedikitpun.

Aku menghela nafas. Kalah oleh tekanan percaya diri tinggi kedua anak ini. Mungkin benar... ah tidak... Pasti benar. Jika Omo mengatakan hal seperti itu, aku harus yakin kita akan menang. Tapi tetap saja aku tidak suka kalau harus membiarkan anak-anak seperti mereka ikut bertarung dan terluka.

"... kan sudah ku bilang kalau kami akan baik-baik saja. Sebagai penyihir terkutuk, kami memiliki kekuatan sihir yang tidak terbatas, Moon! Bahkan kekuatan kami jauh lebih besar dari mu. Kau tahu, kan?" Ura berkata dengan penuh kesombongan yang di milikinya. Membuatku tersenyum kesal.

"kubilang, jangan baca pikiranku!!!"

Kami tertawa terbahak. Dan aku berharap, ini bukanlah tawa kami untuk yang terakhir kali.

"... Mungkin nanti akan sedikit patah tulang..." gumam Ura sambil terkekeh.

"Rusukku sudah patah satu..." balas Omo meringis.

"Kalau begitu mungkin akan jadi dua... atau tiga... atau lebih lagi."

"Hei, hentikan itu." kataku menyela. "Jangan membicarakan sesuatu yang membawa sial."

Sesaat kami berhenti berbicara dan menarik nafas dalam. Entah apa yang harus ku katakan pada mereka, tapi yang pasti aku ingin kami akan bertemu lagi sesudah pertarungan ini dengan keadaan hidup.

"Baiklah..." kataku lagi. "saatnya menuju kebebasan, anak-anak!! Hanya tinggal beberapa langkah lagi menuju gerbang, dan kita akan bebas. Berusahalah."


"... Sampai bertemu lagi di dunia sana..."

"Sampai bertemu lagi..."

"Ya... sampai bertemu lagi... tidak! Kita HARUS bertemu lagi."

Dan kami melangkah bersamaan menuju jalan panjang yang merentang di depan mata. Menuju ke dunia lain.


Menuju kebebasan.


~ Prolog :: END ~