THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Friday, October 22, 2010

[Fanfic] The Red Candy (9)

THE RED CANDY
Part 9

“Tolong..!! Tolong aku!!!”

Teriakan Takaki membahana di udara. Tenggorokan dan paru-parunya mulai sakit, terasa seperti terbakar.

Pemuda yang hampir berumur 20 tahun itu berlari secepat mungkin. Dia tahu 'makhluk itu' datang untuk membunuhnya. Dia dapat mendengar makhluk itu menerobos pepohonan di belakangnya dengan cepat.

Takaki menoleh ke belakang bahu kanannya, menahan sakit ketika memutar leher. Di kepalanya melìntas bayangan teman-temannya yang tadi bersamanya. Daichan, Keito, Inoo. Mereka terpisah ketika akan memasuki pintu rumah sakit saat ia secara tiba-tiba ditarik oleh tangan berkuku panjang mengerikan ke tengah hutan di belakang rumah sakit.

Air mata bergulir di pipinya. Dan makhluk itu makin dekat. Takaki dapat merasakan langkah kakinya yang berat berdentam keras dan cepat di permukaan tanah.

Bergerak. Dipaksanya tubuh yang terasa sakit dan lelah untuk terus bergerak. Dia sanggup melaju lebih cepat dari ini. Dia tahu dia sanggup.

Jalan setapak berkelok-kelok itu menyempit lalu berbelok mengelilingi batu besar yang ditumbuhi oleh lumut. Takaki merangkak dan bersusah payah maju menembus belitan dahan dan semak yang lebat.

Dia tiba-tiba berhenti. Dia tidak bisa maju lebih jauh.

Pagar tinggi tampak menjulang di atas tanaman. Pasti tiga meter. Berlapis-lapis kawat berduri setajam silet saling melilit dipuncaknya.
Sepotong lempengan logam memperingatkan: SANGAT BERBAHAYA! PAGAR BERLISTRIK!.

Takaki membungkuk dan menangkupkan tangan di kedua lututnya yang terbalut oleh bahan jeans. Dia menghembuskan nafas, terengah-engah, berusaha tidak menangis.

Makhluk itu hampir sampai. Dia dapat mendengar, membaui, dan merasakan kehadirannya yang mengerikan.

Ia menyerah. Kini ia pasrah pada takdirnya sementara makhluk itu sekarang hanya berjarak 3 meter di depannya. Melawan mungkin takkan banyak membantu. Dan melarikan diri sudah merupakan hal yang mustahil sejak ia terjebak oleh pagar listrik itu.
Tapi ia tak ingin mati sia-sia seperti teman-temannya yang lain.

Satu-satunya cara adalah menghadang makhluk itu dan membakarnya di pagar listrik. Namun niatnya terurungkan saat Takaki menatap wajah lawannya.

Ia tercekat tak percaya. Menatap bola mata merah darah serta sederetan gigi tajam yang muncul dari seringaiannya.

"bohong... Tolong katakan kalau ini bohong!!!!! Tidak mungkin itu KAU!!! tidak mungkin....."

Dan bau darah yang menyengat kembali menyerbak di udara bersamaan dengan jeritan ketakutan itu.

[Fanfic] The Red Candy (8)

“a-ahhh… Chii… B-eruntung kau belum tidur… Tolong aku…”

Tanganku mulai bergetar saat aku membuka kedua daun jendela dan membantu Hikaru yang sedang terkapar lemah di beranda untuk masuk kedalam kamar.

Dan bau ini kembali mengusik otak ku.

Warna merah menyala yang mengalir sangat deras dari bagian kepalanya dan menetes dibeberapa bagian tubuhku.

Tidak! Tidak! Tidak!!!!

Aku sudah berjanji pada Yuuto untuk menahan diri!!

“Chii…”

“…ya??”

“boleh aku… minta es batu… dan handuk? Telinga kiri ku… sakit sekali… terasa panas…”

Aku melihatnya. Benda kental itu meluncur deras dari telinga kirinya membasahi semua bagian tubuhnya. Aku hampir tidak menyadari kalau t-shirt yang dipakainya berwarna kuning, bukan merah.
Pendarahan yang sangat parah…

“y-ya … Tunggu sebentar!!”

Aku menuruni tangga menuju dapur rumahku dengan panik.
Dan otakku mendadak penuh. Aku benar-benar baru terbangun dari tidurku karena mimpi buruk yang menyebalkan… dan sekarang Hikaru yang tiba-tiba datang ke rumahku dengan tubuh berlumuran darah. Aku benar-benar belum dapat mencerna itu semua. Apakah ini mimpi??

Tapi bau dan hangatnya darah Hikaru yang terbalur di tanganku mengatakan ini bukan mimpi…

Ya…

Warna merah itu mengalir di tanganku.

Darah Hikaru.

Manis.

Dan aku tidak dapat menepati janjiku pada Yuuto saat aku mulai menempelkan bibirku pada zat cair berbau menyengat itu.

*************************************************

“Hikaru-kun??!!!”

Ia sudah tertelungkup di atas lantai dengan darah yang menggenang di sekelilingnya saat aku kembali ke kamar. Ia meringis menahan rasa sakitnya. Nyaris pingsan kalau saja ia tak mempunyai tekat kuat untuk bertahan. Aku ingin membantu menyeka lukanya dengan handuk dan es batu yang kubawa. Tapi ia menolak. Mengusirku menjauh dan berusaha melakukannya sendirian.

“aku—hhh… lebih baik kau menjauh… aku tak ingin kau melihat ini… tutup—matamu… kumohon… ini akan mengerikan untukmu…” pintanya dengan nafas yang terputus-putus. Mencoba mempertahankan kesadarannya yang berada di ambang batas.

“tidak! Kau sudah pada batasmu. Akan ku bantu!”

“ja-JANGAN!!!”

Ia berteriak. Agak histeris saat aku menyibakan rambutnya yang lengket oleh darah.

Dan ini adalah hal yang paling mengerikan untukku.

Aku menarik nafas tajam.

Tercekat.

Seolah jantungku nyaris berhenti saat melihatnya.

Dan ia menangis.

Hikaru menangis…

“… Hikaru… di-di mana…”

Ia mencapat limit nya, dan pingsan di pelukanku.

Sambil menggenggam erat benda itu.

Telinga kirinya…

Yang hilang di balik rambutnya yang lengket oleh darah.


*************************************************

Apa yang harus ku lakukan…

Apa yang harus ku lakukan sekarang??

Apa??!

“Chii!!!”

Seruan-seruan itu memanggil nama ku diiringi dengan ketukan langkah sepatu mereka yang memburu, membentuk sebuah irama yang tak beraturan. Salah satu dari mereka menabrakkan dirinya padaku. Memelukku erat dengan tubuh yang bergetar hebat.

“…Inoo-chan…?”

Ia menangis.

“Chii…”

Seorang dari mereka lagi menepuk bahu ku dan memanggil namaku dengan suaranya yang tak kalah bergetar dari tubuh Inoochan. Keito.

“… Hikaru…?”

“dia… di kamar. Hampir tak terselamatkan jika saja tidak segera di bawa ke rumah sakit…”

Mereka menghela nafas. Kelegaan tampak dari wajah mereka yang memerah dan sembab. Kuduga, selama perjalanan ke sini, mereka tak henti-hentinya menangis dan berdoa untuk keselamatan Hikaru.

“a… aku mau melihat keadaan Hikaru…!” seru Daichan sambil maju selangkah ke hadapanku. Aku mengangguk meng-iyakan sambil melepas pelukan basah Inoochan dan menyeka air matanya dengan kaus yang kupakai.

“Di dalam masih ada kedua orang tuaku dan dokter. Kalian masuk saja.”

“keluarganya??”

“sebentar lagi akan datang”

Entah mengapa aku merasa ganjil sekali melihat member Hey! Say! JUMP yang tadinya 10 orang sekarang hanya terlihat sedikit sekali. Jadi hanya tersisa 5 dari kami kah??

Aku menegakkan seluruh jemari tanganku dan mulai berhitung sambil memperhatikan mereka semua yang memasuki ruangan bernomor 103 itu satu persatu dari belakang.
Dimulai dari Daichan yang menelan ludahnya dengan berat sebelum melangkah masuk.

Satu…

Keito yang menepuk kedua pipinya, berusaha untuk siap melihat kondisi Hikaru apapun yang telah terjadi padanya.

Dua…

Lalu Inoo yang menarik t-shirt Keito dari belakang dengan genggaman yang sangat erat. Ia masih menangis.

Tiga…

Ditambah Hikaru yang terbaring lemah di dalam. Nyaris mati kekurangan darah kalau saja saat itu orang tua ku tak terbangun karena mendengar jeritanku yang memanggil namanya dan segera melarikannya ke rumah sakit.

Empat…

Dan aku.

Lima…

“…mi-minna …”

Hanya sempat masuk setengah pintu, mereka kembali menoleh kearah panggilanku. Air muka mereka seketika memucat saat aku menanyakan hal yang sedari tadi membuatku ganjil itu.

“… dimana Takaki-kun…?”
*************************************************

[Fanfic] The Red Candy (7)

Darah Yuuto mengalir cepat di tenggorokanku.

Dari lengan itu.

Yang telah ku hisap berulang kali.

Tetap terasa segar dan hangat. . .

“kau akan mati kalau begini terus…” aku menatapnya lekat setelah darah yang tersisa di luka goresan nya habis. Hanya tersisa sedikit di ujung bibirku, Yuuto menyapunya dengan ibu jarinya dan menjilatnya.

“ekhh! Apa enaknya ini??!! Huek!!”

“Aku juga tidak tau apa yang enak dari cairan semacam itu… kalau bisa pun aku tidak mau melakukannya…” jawabku datar.

“Aku bisa memberikannya lagi untukmu kalau kau membutuhkannya…”

“Yamete… Aku tidak mau lagi…”

“bohong! Kau pasti akan tak terkendali lagi kalau melihat darah!”

“Aku bisa menahan diri…”

“Tidak! Kau takkan bisa! Aku tidak mau kalau teman-teman yang lain menuduhmu. Karena aku tau… Pembunuh itu bukan kau…”

Aku kembali menatapnya yang sedang duduk di sampingku, meremas erat lengan kemejanya. Ia tersenyum sendu.

“itu bukan aku…”

“ya… itu bukan kau… Dia mengejarku malam itu. Dan aku bertemu kau. Itu bukan kau…” katanya sambil mengusap kepalaku lembut. Membiarkanku bersandar pada lengannya yang kurus namun berotot. Aku hanya menjawab dengan anggukan kepala.

Lalu terdiam.

Mulai berfikir secara acak.

Teringat pada Yamachan, Ryuu, dan Yabu-kun…

Teringat pada mata merah itu.

Teringat pada seringaiannya.

‘Dia’ yang membunuh teman-temanku…

“si pemberi permen itu…”

Kembali aku mengangguk, meng-iya kan. “unn… Dan tadi aku melihatnya berada di antara para pelayat…”

“eh?? Hontou?!!”

“unn… “

“…… Lain kali kalau kau melihatnya, bilang padaku ya… aku ingin sekali menghajar orang itu dan membunuhnya!!”

“aku takut…”

“… daijoubu! Kau tak usah khawatir! Aku yang akan membunuhnya. Kau cukup memberitahuku saja!”

“bukan…”

“eh?”

“dia pasti akan membuatku menjadi sejenisnya… Dia akan membuatku menjadi pembunuh… entah kapan, tapi suatu saat aku pasti akan berubah seperti 'dia'…”

Yuuto terdiam. Terlihat tegang karena tak dapat menemukan satu kalimat pun untuk menenangkanku.

“nee, Yuuto… Apa aku akan menjadi ‘dia’???”

Ia mendekapku. Erat dan hangat. Membuatku mengeluarkan lagi air mataku yang kukira sudah habis.

“kau tidak akan berubah… Selamanya takkan berubah…! Aku percaya itu…”


Dan itu adalah kehangatan Yuuto.


Yang terakhir kalinya kurasakan…

*****************************************************************

“I will be there seekin' for liminality
No destinations to see, I wander
In quiet places so dark as eternity
I'm crying calling your name
I'm searching for you.”


Merah.

Mata itu menatapku lekat.

Dengan darah yang berlumuran pada kedua matanya.

Kedua telinganya.

Mengalir dari hidungnya.

Mulutnya yang menyunggingkan senyum menakutkan.

Ia menunjukku.

Mengucapkan sepatah kata tanpa suara.

"... kamu selanjutnya..."



KRIIIIIIIIIIIIINNNGGGGG

Bunyi alarm di meja belajar ku membangunkan ku dari mimpi buruk itu. Dengan tubuh yang penuh keringat, aku bangkit dari tempat tidur untuk mematikan alarm yang berbunyi pukul 2 pagi.

Sejak kapan aku memasang alarm pukul 2 pagi??

"hhh... mimpi...?"

ya... Mimpi...

Mimpi yang sangat buruk...

Dan aku tetap berharap kabar tentang kematian Yuuto dua hari yang lalu juga hanyalah mimpi buruk ku.


tok tok

Dua ketukan pada kaca jendela kamar ku memecah keheningan pagi itu. Aku membuka tirai dengan perlahan. Entah mengapa aku bisa merasakan detak jantungku menggema di otak.

Dan warna merah itu muncul kembali di depan mataku ku.

Menetes dari rambutnya yang berwarna coklat.

Menodai kaca jendela kamar ku dan membuat tenggorokan ku tercekat.

Entah karena bau amis menyengat ini... atau wajah di balik jendela itu...


"HIKARU-KUN!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!"



- bersambung -



maaf atas kekurangan di part yg ini.
berasa ga menarik banget. ga ada tegang2'a..
hhh..

gomen naa! TwT

[Fanfic] The Red Candy (6)

Noda merah.

Bercak-bercak di tirai.

Cipratan pada bantal.

Menghitam.


Tapi tidak tersisa di dirinya.

Tidak tersisa di Lubang mata nya.

Tidak tersisa di bola matanya yang terjatuh di lantai.

Tidak tersisa di otaknya yang tercecer di tempat tidur.

Tidak ada.

Warna merah setetes pun.


"kau sudah dengar?" para kerabat dari keluarga yang sedang berduka berbisik tepat di depan kami. Tak menghiraukan keberadaan kami yang juga adalah 'keluarga' Yabu-kun. "kudengar Kouta-kun tewas dibunuh dengan cara yang tidak manusiawi!"

Hikaru menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"ya... kudengar juga begitu... kasihan sekali..."

Inoochan dan Daichan terisak kencang.

"kenapa?"

Takaki menatap kosong.

"kudengar kedua bola matanya di congkel keluar..."

Keito menutup telinganya.

"...... dan... tengkorak kepalanya dipotong sampai otaknya tercecer keluar..."

Yuto mendadak berlari ke halaman rumah keluarga Yabu.

Dan, lagi. Ia memuntahkan seluruh isi perutnya.

"dan terakhir... tak tersisa setetes darah pun di tubuhnya...!!"

"eehh?! kejam sekali!!!"

Aku menangis.

Menjambak rambutku.

Menjerit penuh kegilaan.

Membuat seluruh tamu memandang ke arah kami dan saling berbisik.

Membuat kilatan blitz dari kamera para pencari berita membidik sosok kami.

Membuat 'si mata merah' menyeringai penuh kemenangan.

Membuatku menjerit lebih keras.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"daijoubu, Hikaru??"

"un.. daijoubu. Maaf telah membuat keributan. Blitz-blitz kamera mereka membuatku kesal. Dan tanpa sadar aku meninju kamera itu."

"hh... kurasa kejadian ini akan menjadi headline di seluruh berita tivi atau koran besok."

Darah segar.

"Yeah... pasti... Sebaiknya luka mu cepat di bersihkan. Lihat darahnya banyak sekali!"

Merah.

"eh? Chii? kenapa?"

Bau amis yang menyegarkan.

"sa-SAKIT!!! Chii!! Jangan memencet luka-ku seperti itu! Kamu mau apa?"

Membuatku haus.

"CHII!!!"

Teriakan Yuuto seketika menyadarkanku yang sebentar lagi akan melahap tangan Hikaru-kun. Ia segera menyeretku ke suatu ruangan kosong di rumah keluarga Yabu. Membuat para member JUMP terheran-heran melihat kami berdua.

"Jangan melakukannya!" perintahnya sambil terus menggenggam tanganku. Tak membiarkanku kabur darinya dan mencicip darah Hikaru-kun setetes pun.
"tadi sudah ku beritahu, bukan? kalau kau melakukan itu, kau akan dicurigai sebagai pembunuhnya."

"... maafkan aku..."

Yuuto menghela nafas dan menghempaskan dirinya diatas sofa sambil mengeluarkan sebuah pisau lipat dari saku celananya. "Aku membawa benda ini untuk berjaga-jaga... Tapi... ini pasti akan sedikit sakit..." gumamnya.

"eh? kau mau ap--"


.............

Merah.

Hangat.

Bau yang menusuk.

Mengalir di tenggorokanku.

Thursday, April 15, 2010

[Fanfic] The Red Candy (5)

Mata merah itu menangkap sosok kami dengan tatapan buas.

Mengejar langkah kami dengan kecepatan luar biasa.

Aku menoleh. Mencari bola mata merah menyala itu. Bergidik saat melihat ujung bibirnya yang melebar. Menyunggingkan seringaian ganas.

Aku mengetahuinya.

Makhluk itu...


Dan seketika ia lenyap.

Lenyap...


"hh- Yuuto-kun..."

Yuuto tetap berlari. Menggenggam tanganku erat dan menarikku agar langkah kaki ku yang kecil dapat menyeimbangi langkahnya. Tangannya yang merah bergetar hebat.

Tangannya yang merah.

Lengket.

Melekat di tanganku.

Bau amis besi.

Merah kehitaman.


"Yuuto-kun.. M-makhluk itu sudah tidak ada..."

Yuuto melambatkan langkahnya, menoleh, dan berhenti bergerak. Dadanya terlihat naik turun. Keringat membanjiri seluruh bagian tubuhnya. Tak bedanya dengan ku.

"ke-... mana??"

"tidak tau... tadi tiba-tiba hh-dia menghilang..."

"hhh-hh.. ka-kalau begitu.. kita jalan sedikit lagi.. ke tempat ramai..."


Merah

Darah.

Membanjiri lengan Yuuto.

Mengalir menuju tanganku yang di genggamnya erat.


Merah.

Darah Yuuto.

Menari di lidahku.

"Chii...? A-apa yang kau lakukan?"

--------------------------

-------------------------------------------------------------------------------

" kau baik-baik saja kan, Yuuto??!!"

"umm.. hanya terluka di lengan.. Tapi tidak apa-apa."

"La-lalu.. kamu bersama siapa sekarang??"

Yuuto menatapku.

Menatap luka di lengannya yang telah bersih dari darah yang tadi mengucur deras.

Menatap warna bibirku yang memerah.

Memandang lidahku yang tengah asik bermain-main di telapak tangannya yang lengket oleh darah yang mengering.

"aku... Bersama Chii sekarang..."

"eh??! Chii??!!"

"iya.. tadi aku tidak sengaja bertemu dengannya."

"dia baik-baik saja??"

"ya... baik. Sangat baik..."

"ahh.. yokatta..."

“kamu juga baik kan, Yabu-kun? Tak ada hal aneh di sekitarmu?”

“Ya.. Aku baik. Dan sejauh ini tidak ada hal mencurigakan apapun di sini. Yah.. walaupun aku sedikit khawatir karena sekarang aku sedang sendirian di rumah…”

“eh? Berhati-hati lah… Jangan lupa tutup semua akses masuk ke rumah mu… Ingat, Yabu-kun. Yang menyerangku manusia… Tapi dia tidak seperti manusia. Dan aku percaya 100% kalau dia… adalah orang membunuh Yamachan dan Ryuu…”

“umm... Aku mengerti… Berhati-hatilah saat pulang. Dan tolong jaga Chii-chan.”

“wakatta.. jya…”

Orang terakhir telah kami hubungi. Yabu-kun. Dan kami pastikan ke-enam teman kami untuk sementara ini baik-baik saja.

Yuuto berjongkok di depanku. Masih menatapku yang sedang asik menikmati telapak tangannya dan sedikit terkekeh geli saat lidahku kembali menyapu ruas-ruas tangannya.

“bagaimana Yabu-kun?”

“daijoubu… Dia aman dirumahnya…”

“ahh.. Yokatta…”

“unn…”

Yuuto terdiam. Dan tak lama kemudian ia tersenyum, mengusap-usap kepalaku dengan tatapan lembut penuh kesedihan. Aku membalas tatapannya dan menghentikan kegiatanku yang terlihat menjijikan.

“kau rindu pada Yamachan dan Ryutaro??”

“...... Ya… …”

Aku memeluknya erat dan bersandar pada dadanya. Mengusap-usap punggungnya yang lebar , berusaha menenangkannya dari kegalauan.
“unn… aku juga… Dan hampir saja aku kehilangan seorang teman lagi… Syukurlah kau masih hidup…”

Ia tersenyum padaku. Senyum pahit namun tulus. Sepertinya aku sudah lama sekali tidak melihat senyumnya…
“Aku juga bersyukur kau masih hidup…” katanya sambil membalas pelukanku. “nee… Chii… Boleh aku tanya sesuatu??”

“ya?”

“sejak kapan kau menyukai darah??”

---------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pukul 10 malam, ponselku berbunyi.

Dan nama Yuuto-kun tertera jelas di sana.

“moshi-moshi??”

“Ch-chii...”

Suara yang parau.

Isakan yang tertahan.

Sama seperti saat itu.

Membuat jantungku berdegup kencang.

Aku tahu apa yang terjadi.

“Si… Siapa… sekarang…?”

Terdengar Yuuto yang mangambil nafas dalam. Mencoba untuk berbicara dengan tenang walau ia tahu ia takkan bisa karena isakan-isakan itu akan tetap berada di tenggorokannya.

“…Yabu-kun…”

Dan cairan hangat kembali meluncur dari mataku.

Merah.

Air mata darah.

Warna yang sama seperti makhluk hitam yang mengejar Yuuto beberapa jam yang lalu.

Dan bola mata merah itu ada tepat di hadapanku.

Merefleksikan dirinya di dalam sebuah cermin.

Seolah ingin menerkamku.

Ia menyeringai.


Merah yang kubenci.

Wednesday, April 14, 2010

[Fanfic] The Red Candy (4)

Yamachan tewas dengan robekan dibagian perut sampai dada. Memberantaki seluruh isi organ dalamnya.


Tapi warna merah itu tidak ada.


Ryutaro tewas saat pulang dari upacara kematian dirumah Yamachan dengan leher yang hampir putus.


Tapi warna merah itu tidak ada.


Warna merah hangat itu.

Yang sebelumnya kuhisap dari jari Yamachan.

Dan seperti milik Yuuto yang kutelan beberapa menit yang lalu.

Hilang tanpa sisa dari tubuh mereka berdua.

Kenapa?


"bukankah itu aneh??"
Hikaru menyela semua pertanyaan dalam pikiranku dengan suaranya yang parau dan nyaris tak terdengar. "kudengar, cara mereka berdua tewas seperti diserang oleh hewan liar.
Tapi banyak kejanggalan. Dalam kasus Yamachan, walau semua organ dalamnya berhamburan keluar, tapi tak ada satupun dari organ tersebut yang hilang...."

Hikaru terdiam beberapa detik. Menelan ludahnya yang sudah mengering dan menarik nafas dalam-dalam. Wajah Yuto yang duduk disebelahku memucat. Sepertinya sebentar lagi ia akan mengeluarkan seluruh isi lambungnya yang tak di isinya sejak kemarin.

"hanya darah... Hanya darah mereka yang tak tersisa setetespun. Aku tak percaya, tapi... bagaimana menurut kalian? Apa benar seperti yang di isu kan kalau ini perbuatan... vampire?"

"cukup. Henti--"

Cairan berwarna kecokelatan itu keluar dari mulut Yuuto dan mengotori sebagian kecil bunga bela sungkawa yang dikirim oleh para fans. Lagi, Yuuto terisak. Perutnya terus bergejolak dan membuatnya memuntahkan lagi semua cairan lambungnya yang pahit. Yabu mengusap punggungnya, membiarkan Yuuto mengeluarkan seluruh emosi dan ketegangan dalam dirinya. Inoo dan Takaki melirik Hikaru memberi tanda. Daichan kembali terisak dan perlahan mulai meninggikan volume suaranya. Disusul dengan isakan Keito dan tangisanku yang menambah keramaian diruangan ini.

Kami semua rindu Yamachan dan Ryutaro...

--------------------------

------------------------------------------------------------------------------------

Merah.

Menetes di atas aspal yang hitam.

Tak terlihat merah.

Tapi bau nya tak dapat mengelabuiku.

Ini cairan merah kesukaanku.


BUGGH!!

Seseorang dengan bau amis besi yang menyengat menabrakku.

Dan tarikan nafasnya yang terputus-putus sempat tertahan saat melihat sosokku.

"CHII!"

Yuuto.

Kenapa ia terbalut warna merah?

"sedang apa kamu disini?! Ayo pergi!!"

Ia menggenggam erat tanganku dan menarikku untuk pergi menjauh.

Dibelakang kami, sosok hitam menakutkan mengejar penuh nafsu.


Merah.


Warna mata makhluk itu.

Seperti permen yang pernah ku makan.

Begitu indah.

Namun berbahaya.

[Fanfic] The Red Candy (3)

Sunyi.

Ruangan berisi delapan orang anak yang biasanya tak pernah sepi dari keributan ini mendadak sepi hari ini.

Mereka berdua telah tiada. Yama-chan dan Ryutaro.

Sepi.

Tanpa ada suara langkah kaki mereka yang saling berkejaran.

Sunyi.

Tidak ada suara teriakan mereka.

Sepi.

Tidak ada tawa canda mereka.

Sunyi.

Tidak ada wangi khas mereka.


Hanya ada air mata kami di sini.

Hanya ada isakan tangis kami di sini.


Tak ada lagi Hey! Say! JUMP di sini.......


Yuuto, dengan matanya yang telah membengkak terus memeluk majalah di mana ia berfoto bertiga dengan Yamachan dan Ryuu. Ia tak bisa menghentikan tangisannya tapi berusaha untuk menghentikannya dengan mengigit bibirnya kencang. Menyebabkan darah mengucur deras dari bibirnya.

Darah.

Merah.

Hangat dengan wangi yang menyenangkan.

Tidak! Inoochan! Jangan seka darahnya!!


Aku....


"ak-aku... ingin ke kamar mandi dulu..." ucap Yuuto dengan terbata-bata.

Aku mengikuti langkahnya dari belakang.

--------------------------

----------------------------------------------------------------------------------

"Chii!!"

Aku menarik tubuh tinggi itu masuk ke dalam salah satu toilet yang kosong dan mendudukannya agar lebih sejajar denganku. Yuuto mengeluh pelan tetapi tak melawan. Membuatku dapat lebih mudah mendapatkannya.

"Apa yang akan kau lakukan, Chii??"

Merah.

Darah.

Terlihat begitu segar saat warna merah itu mengalir di bibir, dagu dan lehernya.

"ch-chotto!! Chii!! Aku laki-laki!!"

Aku tak peduli pada itu.. yang kuinginkan saat ini hanya warna merah segar miliknya.

Dan aku mendapatkannya.

Ku mulai dengan membuka kancing atas kemeja hitamnya. Menghisap dan menjilat bagian dada hingga lehernya yang putih. Tak memperdulikan keluhan lemahnya sampai akhirnya aku mulai melumat bibir bagian bawahnya yang terluka.

"Chii..." panggilnya dengan suara parau. Aku diam, berusaha tak memperdulikan dan terus menghisap darah yang masih mengucur deras dari robekan bibirnya.

"Yamachan sudah tidak ada.. Ryuu juga..." lanjutnya.

Aku bergeming. Menghentikan kegiatan menghisap-ku.

"Kau pasti merasa kesepian sekarang ini...." ucapnya sambil menarik tanganku dan membuat tubuhku jatuh di pelukan tubuhnya yang jauh lebuh besar.

"Aku juga... Aku tak bisa berhenti untuk menangis... Tidak bisa... Mungkin kau berfikir aku ini cengeng. Ya... Dan aku memang cengeng... Tapi aku tak bisa berhenti memikirkan mereka, Chii... Tidak bisa..."

Hangat. Sesuatu yang hangat menetes di punggungku.

Darah.

Merah.

Dan air mata.

Menetes di punggungku.

Terasa hangat tapi memilukan.

Membuatku air mataku terjatuh pada bahu Yuuto yang lebar.

Dan kami terisak. Menangis menjadi-jadi.

Dalam toilet dengan dinding yang berwarna merah.

[Fanfic] The Red Candy (2)

Manis.

Terasa hangat di mulutku.

Aku suka darah Yamachan.

"Chii. Hentikan! sampai kapan kau mau mengemut jariku?!" Yamachan mengeluh pelan sambil menarik jari telunjuknya yang terluka dari mulutku. Dan dengan tak puas, aku menarik tangannya lagi. Menginginkan lagi cairan merah itu.

"akh! Hentikan! Jari ku sudah memutih dan berkeriput! Apalagi yang ingin kau hisap?!"

"chotto! Aku masih--"

"kau aneh sejak reherseal tadi, Chii.. kamu kenapa sih??"


Aku menginginkannya lagi.

Jari Yamachan.

Darah Yamachan.

"Chii??"

"Aku menginginkanmu..."

Dan, ah... Sekarang wajah Yamachan yang berubah kemerahan...

Merah yang berbeda dari warna merah yang kusukai.

Aku tidak menginginkannya.

--------------------------

------------------------------------------------------------------------------

Pukul 2 pagi ponselku berbunyi. Mendendangkan sebuah lagu berjudul 'Arashi' yang dinyanyikan oleh grup dengan nama yang sama. Aku mengejapkan mata beberapa kali untuk membiasakan pandanganku yang masih buram, lalu menoleh ke arah suara sambil berdecak kesal.

Nama dan foto dari salah satu member JUMP tertera jelas pada layar ponsel. Nakajima Yuuto.

"moshi-moshi, Yuuto-kun?"

Tak ada jawaban.

Hanya isakan-isakan kecil yang lama kelamaan berubah menjadi sebuah tangisan histeris yang terdengar dari sang penelfon. Begitu pilu. Membuat jantungku berdegup kencang.

"Yuuto-kun?? Ada apa?! Kenapa menangis?!"

"Ch-Chii.. hh-kkhhh.."

"Yuuto-kun?!! Ada apa sampai kau menangis begitu?!! Jangan membuatku panik!!"

Lagi. Hanya tangisan histeris yang keluar dari mulutnya dan ini membuatku makin panik.

"Yuuto!!!"

"hh-Yh-Yama.. Yamachan.. kh-.."

"Yamachan kenapa?!!"

"Yamachan.. d-ditemukan.. tewas.. beberapa j-jam yang.. lalu.."

Seketika pikiranku menjadi kosong, dan aku terduduk lemas di tepi tempat tidurku.

Warna merah hangat yang masuk ketenggorokan ku.

Darah Yamachan.

Kini berubah.

Menjadi cairan bening hangat.

Yang mengalir dari mata ku.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Disana duduk kedua orang tuanya.
Juga Shintaro dan adik perempuannya yang menangis sambil memeluk foto kakaknya yang sedang tersenyum.

Foto Morimoto Ryutaro.

"hanya selang waktu beberapa jam... kita sudah kehilangan dua sahabat... Apa yang sebenarnya terjadi..?" ucap Hikaru yang sedang menatap nanar ke arah keluarga Morimoto. Matanya memerah karena banyaknya air mata yang ia keluarkan hari ini. Begitu pula teman-temanku yang lain.

Merah.

Tapi tak semerah permen itu atau darah Yamachan....

[Fanfic] The Red Candy (1)

Author : Minami
Genre : Thriller (kayak'a. wakakakakkakak~)
Rating : PG-15
Disclaimer : kecuaLi Chinen Yuuri, mereka semua bukan milik saya.. *kick*

--------------------------

-----------------------------------------------------------------------
Chinen Yuuri POV


"Kau tegang kan? makan ini. Ini akan membuatmu tenang". Laki-laki setengah baya yang tak ku kenal itu menjulurkan tangannya yang menggenggam sesuatu ke depan wajahku. Dilihat dari warna bungkusnya, itu permen strawberry ku rasa.

"tidak. Terima kasih... Aku sudah biasa tampil di depan umum. Tegang seperti ini sudah biasa" Jawabku sambil menolak halus. "Anda berikan pada Yama-chan saja. Dia suka strawberry".

"Aku memberikan ini untukmu, Chinen Yuuri-kun... Karena kau anak yang spesial..." ucapnya seraya menggerakan genggaman tangannya yang berisi permen-permen. Agak memaksaku untuk mengambilnya.


Aku mengambil sebungkus. Menatap bungkusan plastik berwarna merah mengkilat itu dengan bingung. "Apanya yang spesial dari benda ini?"

"ambil semuanya" ujar lekaki itu sambil menarik tangan kiri ku dan menjatuhkan 4 butir sisa permen yang di genggamnya ke atas telapak tanganku. "kau akan menyukainya. Percayalah!"

--------------------------------------------------------------------------------------------------

Bau besi.

Manis.

Warna merah pekat.

Sedikit amis namun terasa menyenangkan.

Ini bukan strawberry.

Rasa lain.

Bukan buah.

Kental.

Mengalir di tenggorokan ku.

Nikmat.

Aku terus mengulumnya dalam mulutku sebelum pertunjukan di mulai. Laki-laki itu benar. Ini membuatku tenang.

Tapi tiga bungkus permen sudah ku habiskan. Dimana aku harus mendapatkannya lagi??

----------------------------------------------------------------------------------------------------

"otsukare~!" Daichan menepuk pundak ku sambil tersenyum. Peluh mengalir deras dari kening dan lehernya. Begitu pula member JUMP yang lain. Mereka tampak sangat puas karena tak ada satu pun kesalahan yang mereka buat saat pertunjukan tadi.

Tapi tidak untukku. Aku belum puas! Aku mengulum permen ku yang ke-lima. Permen ku yang terakhir. Dan dengan seketika, permen ini melebur menjadi cairan kental yang lalu mengalir ke tenggorokanku. Ah! Tidak! Aku belum puas! Aku harus mendapatkannya lagi bagaimanapun caranya!

"aagh!!"
Erangan Yamada dan disusul dengan bau besi yang menyengat seketika mengalihkan perhatianku.

Ini bau yang sama.

Warna merah yang sama.

"Yamachan? Doushite?" Yuto menghampiri Yamada dengan sikap khawatir yang berlebihan. Menutupi warna merah segar itu dari pandangan mata ku dengan tubuhnya yang tinggi.

"Jari ku tersayat.. Sial! Darahnya keluar banyak.."

Harum.

"Chii?"

Bau amis besi.

"Chii?! eh? Kau mau apa?!!"

Ini membuatku gila.

"Chinen!!"

Aku menginginkannya.

"CHINEN!!!! HENTIKAN!!!!!"



--- Lanjut ke part 2 ---



Ahhhh... geje sumpah ni fanfic~...

Thursday, March 4, 2010

U.F.O

yeah... jujur... saya ini sebener'a hanyaLah mahasiswi aneh pecinta fenomena2 mulai dari yang dapat di nalar oleh Logika sampai ke haL2 yang dianggap aneh, ajaib dan Lain2.. seperti halnya "kenapa Chinen Yuuri mempunyai wajah yang sangat cantik padahal dia Laki-Laki." aneh bukan?

ehem...
Lanjut ke permasaLahan...
akhir2 ini.. saya sedang kembaLi ke masaLaLu saya... dimana... saya... *LAMA BANGET, NAM!!!*
Oke.. saya kembaLi menyukai haL2 berbau UFO~~~!!! *yiiiiiiihhaaaa~!!!!!*
dan tadi Lagi iseng buka2 tentang UFO...
nemu ini nih~
klik disini
kayak'a menarik gabung disini...
dan... OKE SAYA GABUNG~!!!!!!!!!

Uhuhuhuhuhuhuhuh~!!!!! tapi saya ngga tau apa-apa tentang UFO~!!!!! TToTT

Dan.... beberapa buLan yang LaLu sebener'a saya sempet motret "penampakan" awan yang bentuk'a MIRIP BANGET sama Piring terbang...
sempet mikir... "jangan2 itu emang beneran piring terbang yang Lagi nyamar(?) jadi awan??"
tapi berhubung kamera HP saya hanya VGA... gambar'a juga ga begitu jeLas... (uhuhuhuuhu!!! ToT)

tadi'a juga mau sekaLian ngepost tu poto... tapi Lupa ga di bawa...
okeh... poto awan berbentuk piring terbang'a next time deh...
cuma sekedar pengen nuLis hobby baru aja dibLog (yang akhir2 ini ga pernah
berguna digunakan) ini... *oke... saya tau ini sungguh NGGA PENTING* *nangis sesengukan*

Jyaaaaaaaaaa~~~!!

P.S : beberapa minggu Lagi (mungkin) bakaL ngepost penpik Lagi di sini....